Tak lama lagi, akan ada petugas yang menanyakan tujuan Anda – ke LEO (Low Earth Orbit/Orbit Rendah Bumi) atau GSO (Geostationary Orbit/Orbit Geostasioner).
Saat ini, di pelbagai negara maju sedang dig
iatkan riset untuk merancang sebuah lift atau elevator yang dapat menghubungkan luar angkasa dengan Bumi. India tak mau ketinggalan dalam riset luar angkasa semacam ini. A. Senthil Kumar, deputi kepala di Vikram Sarabhai Space Center (VSSC) menyatakan dalam sebuah wawancara dengan IANS, “Inilah saatnya lembaga-lembaga riset India mengembangkan fiber komposit nanotube karbon, nano epoxy dan berkas sinar laser.”
VSSC adalah bagian dari ISRO (Indian Space Research Organization).
Kumar menjelaskan, elevator luar angkasa itu akan terdiri dari sebuah kabel dengan jangkar di permukaan tanah yang dihubungkan dengan sebuah balas (counter weight) yang terletak di GSO, sekitar 35.786 km di atas (atau di bawah?) Bumi. Pendaki akan naik dengan cara menumpang di dalam sebuah nanotube karbon yang bergerak antara langit dan Bumi.
Lift luar angkasa tersebut akan dapat digunakan sebagai sarana transportasi bagi manusia, satelit dan barang-barang lain-lain dari Bumi ke luar angkasa. Jika infrastruktur tersebut telah berada di posisinya, biaya untuk membawa barang dari Bumi ke GSO akan dapat diperkecil hingga kurang dari $250 per kg – saat ini ongkosnya adalah $40,000 per kg. Sekitar 94% dari berat total roket konvensional terdiri dari bahan bakar dan infratsruktur lain.
Lift tersebut dirancang untuk bisa berjalan dengan kecepatan 200km/jam dan mencapai GSO dalam waktu 8 hari. Sebuah bangunan tinggi di Bumi dapat menjadi jangkar. Dari sini, seutas tali yang terbuat dari fiber komposit nanotube karbon akan merentang sejauh 50.000 km ke luar angkasa. Sebuah alat pendaki atau lift yang berbahan bakar energi berkas sinar laser dapat berjalan menyusuri tali tersebut. Wadah yang bisa digunakan untuk memuat barang-barang dapat ditumpangkan pada lift semacam ini untuk mencapai orbit.
Secara teoretis, nanotube karbon memiliki daya tahan sebesar 300 gigapascal sementara daya tahan yang dibutuhkan untuk penerbangan luar angkasa hanya 130 gigapascal. Fiber nano karbon yang ada saat ini memiliki daya tahan lima gigapascal.
Kabel untuk luar angkasa tersebut direncanakan tebal di bagian atas dan semakin tipis hingga mencapai Bumi. Pertama-tama, sebuah satelit akan membawa kabel tersebut ke luar angkasa. Dari atas sana, kabel itu akan terbuka gulungannya hingga terulur ke arah Bumi, kemudian ujungnya diikatkan pada stasiun di Bumi. Hambatannya adalah radiasi, petir, angin, meteor, space debris (serpihan benda-benda luar angkasa). Tetapi Kumar yakin hambatan-hambatan tersebut dapat ditangani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar